Mukhtalif / Perbedaan Hadits Tentang Menggerakan,
( Menggerak – gerakan ) Jari Ketika Tasyahud
Oleh : Fatah Mutaqin
[1]
A. Pendahuluan
Takhrij Hadist merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist. Pada masa awal penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudaian hasilnya telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist. Mengetahui masalah takhrij, terutama tentang metodenya yang sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar’i, agar mampu melacak suatu hadist sampai pada sumbernya.
Ilmu takhrij dalam melaksanakan peribadahan atau masalah syari’ah itu sangat perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadist atau tidak dapat meriwayatkannya, kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini sangat dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan yang sehubungan dengannya. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang takhrij hadits ini akan dibahas dalam bab selanjutnya. [2]
Puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Alloh Aza wa Jalla yang telah memberikan sifat Rohman dan Rohimnya kepada kita semua, terutama kepada penulis yang akan melaksanakan tugas takhrij hadits tentang mukhtalif hadits yang berjudul “ perbedaan hadits tentang menggerak ( menggerak -gerakan ) jari ketika tasyahud”. dan tidak lupapula penulis bersholawat kepada Nabi akhir zaman dan sebagai seseorang yang sangat berpengaruh di dunia yaitu Nabi Muhammad SAW. Dan penulis akan mencoba untuk mentakhrij hadits yang telah penulis pilih dalam masalah ini.
B. Pembahasan
Mukhtalif Al-hadits tentang Menggerakan ( Menggerak – menggerakan )
Jari ketika Tasyahud
Dalam pembuatan tugas ini penulis akan menggunakan aplikasi “ kitab 9 Imam Hadits’’
1. Hadits pertama tentang mengegerak jari ketika tasyahud :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرِ بْنِ رِبْعِيٍّ الْقَيْسِيُّ
حَدَّثَنَا أَبُو هِشَامٍ الْمَخْزُومِيُّ عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ وَهُوَ
ابْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ فِي الصَّلَاةِ
جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى بَيْنَ فَخِذِهِ وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ
الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى
وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ
بِإِصْبَعِهِ
“ Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar bin Rib'i Al
Qaisi, telah menceritakan kepada kami Abu Hisyam Al Makhzumi dari Abdul
Wahid yaitu Ibn Ziyad telah menceritakan kepada kami Usman bin Hakim
telah menceritakan kepadaku 'Amir bin Abdullah bin Zubair dari Ayahnya
dia berkata; "Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam duduk dalam
shalat, beliau meletakkan telapak kaki kirinya diantara pahanya dan
betisnya, serta menghamparkan telapak kaki kanannya, sambil meletakkan
tangan kirinya diatas lutut kirinya, dan beliau letakkan tangan
kanannya diatas paha kanannya, lalu beliau memberi isyarat dengan
telunjuknya."
[3]
2. Hadits kedua yang menggerak – gerakan jari ketika tasyahud :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ حَدَّثَنَا عَاصِمُ
بْنُ كُلَيْبٍ أَخْبَرَنِي أَبِي أَنَّ وَائِلَ بْنَ حُجْرٍ
الْحَضْرَمِيَّ أخْبَرَهُ قَالَ قُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يُصَلِّي قَالَ
فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ قَامَ فَكَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى حَاذَتَا
أُذُنَيْهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ
الْيُسْرَى وَالرُّسْغِ وَالسَّاعِدِ ثُمَّ قَالَ لَمَّا أَرَادَ أَنْ
يَرْكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ مِثْلَهَا وَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ
ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَرَفَعَ يَدَيْهِ مِثْلَهَا ثُمَّ سَجَدَ فَجَعَلَ
كَفَّيْهِ بِحِذَاءِ أُذُنَيْهِ ثُمَّ قَعَدَ فَافْتَرَشَ رِجْلَهُ
الْيُسْرَى فَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ
الْيُسْرَى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ
الْيُمْنَى ثُمَّ قَبَضَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ فَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ
رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا ثُمَّ جِئْتُ
بَعْدَ ذَلِكَ فِي زَمَانٍ فِيهِ بَرْدٌ فَرَأَيْتُ النَّاسَ عَلَيْهِمْ
الثِّيَابُ تُحَرَّكُ أَيْدِيهِمْ مِنْ تَحْتِ الثِّيَابِ مِنْ الْبَرْدِ
Ada beberara cara dalam melakukan pentakhrijan hadits, ada dengan cara
menganilisis Sanad, yang kedua perowi ( periwayat ), dan yang terakhir
yaitu menganilisin dari segi matannya.
Ketika seseorang ingin menganalisis kejadian atau pernyataan apa pun, orang
akan melihat orang-orang yang menceritakan kejadian tersebut dan kemudian
melihat karakter mereka. Dari kebutuhan inilah seluruh sains, yang dikenal
sebagai 'Ilm al-Rijal (pengetahuan tentang orang-orang yang mentransmisikan
hadits) muncul dan pengetahuan ini berkembang menjadi disiplin yang sangat
canggih. Hal ini karena jika seseorang dicirikan dengan kebohongan, dosa
atau kehilangan memori, seseorang tidak dapat dianggap dapat dipercaya.
Dalam hal ini, seseorang juga dapat memeriksa seberapa dekat perawi dengan
kejadian yang dilaporkan dalam hal apakah mereka benar-benar menyaksikannya
atau berbicara dengan orang lain yang menceritakan peristiwa tersebut. Ini
akan memerlukan spesialis ilmu hadits dan ilmuwan Islam untuk memeriksa
catatan ingatan, penglihatan, kecenderungan untuk membesar-besarkan dll.
Jika orang-orang yang menceritakan kejadian jumlahnya kecil, maka harus
ditanyakan apakah mereka bisa bekerjasama dalam Akun mereka Jika sebaliknya
adalah kasus dan jumlah individu yang dapat dipercaya yang berhubungan
dengan akun serupa yang tidak diketahui Yang lain sangat banyak,
kemungkinan dalam hal bekerja sama akan berkurang.
[5]
Dalam hal kita bisa melihat bahwa penulis akan mengananilis suatu hadits
dengan cara menganalisis sanad dan perowinya atau periwayatannya.
b) JALUR PERIWAYATAN JALUR SANAD KE - 1
1) Jalur periwatan hadits pertama yang dinukil oleh Imam Muslim dan hanya memiliki 1 (satu) jalur sanad :
Keterangan jalur sanad :
1. Nama Lengkap : Abdullah bin Az Zubair bin
Al 'Awwam bin Khuwailid bin Asad
Kalangan : Shahabat
Kuniyah : Abu Bakar
Negeri semasa hidup: Marur Rawdz
Wafat : 73 H
2. Nama Lengkap : Amir bin 'Abdullah bin Az Zubair bin Al 'Awwam
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Al harits
Negeri semasa hidup: Madinah
Wafat : 121 H
3. Nama Lengkap : Utsman bin Hakim bin 'Abbad
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Sahal
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : 138 H
4. Nama Lengkap : Abdul Wahid bin Ziyad
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu Bisyir
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : 176 H
5. Nama Lengkap : Al Mughirah bin Salamah
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Hisyam
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : 200 H
6. Nama Lengkap : Muhammad bin Ma'mar bin Rib'iy
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : -
2) Jalur periwayatan hadits kedua yang dinukil oleh Imam Ahmad dan hanya memiliki 1 ( satu ) jalur sanad :
1. Nama Lengkap : Wa'il bin Hajar bin Sa'ad
Kalangan : Tabi'in pertengahan
Kuniyah : Abu Hunaidah
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : -
2. Nama Lengkap : Kulaib bin Syihab bin Al Majnun
Kalangan : Tabi'in kalangan tua
Kuniyah : -
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : -
3. Nama Lengkap : Ashim bin Kulaib bin Syihab bin Al Majnun
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : -
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : 137 H
4. Nama Lengkap : Za'idah bin Qudamah
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
Kuniyah : Abu Ash Shalti
Wafat : 161 H
5. Nama Lengkap : Abdush Shamad bin 'Abdul Warits bin Sa'id bin Dzakwan
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Sahal
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : 207 H
Semua hadits diatas dapat kita bandingkan mana hadits yang lebih kuat
menurut kriteria dari aplikasi “ kitab 9 Hadits”
Dapat kita simpulkan dari sekedua hadits diatas dapat penulis simpulkan bahwa :
Gambar Hadits ke 1 Hadits kedua
JALUR SANAD KE - 1
|
JALUR SANAD KE - 1
|
Memang dari segi warna dalam jalur sanad bisa kita ambil hujjah untuk kita
jadikan hadits, Tetapi pada hadits kedua adanya permasalahan tidak adanya
level sahabat pada jalur sanad tersebut, dan dari semua perowi dari
kalangan tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Dalam masalah menggerakan dan menggerak – gerakan ada beberapa penafsiran :
a) Tatacara meletakan tangan dalam redaksi kedua hadits tersebut
Melipat tangan yang Ifham kepada yang wustho atau jari telunjuk kepada jari
wustho ( jari tengah ), yang jempol dilingkarkan kepada jari tengah.
1. Hadits pertama :
kemudian mengangkat telunjuknya ( ketika diangkat ) kemudian beliau berdoa
( hadits pertama yang menyampaikan riwayat mengangkat tanpa
menggerak-gerakannya).
Menyikapi hadits pertama ini para ulama berbeda pendapat dalam praktiknya :
· imam malik : dimulainya mengangkat telunjuk diawal ketika membaca tahiyat
tersebut.
· abu hanifah : karena petunjuk isyarat ini ketika di angkat jari telunjuk
satu jari saja menunjuk kepada kalimat tauhid.
· isyarat telunjuk saat diangkat yaitu sebagai isyarat penegasan akan
keesaan alloh karena kebiasaan orang-orang arab ketika menyebutkan nama
alloh alloh selalu mengangkat jari telunjuk terutama dalam syahadat oleh
karena itu imam abu hanifah berpendapat bahwa ketika awal mengangkat jari
telunjuk ketika lafadz alloh pada kalimat syahadat pada tasyahuddan ketika
lafadz lailaha illalloh selesai maka ditutup lagi, karena faidah mengangkat
telunjuk ini hanya untuk mengikrarkan bahwa tiada tuhan selain alloh.
· ahmad bin hanbal : mengangkat telunjuk ini bukan dimulai ketika attahiyat
tapi dari mulai kalimat asyhadu alaa ilaaha illalloh tetapi tidak ditutup
dulu tetapi di biarkan terus sampai akhir pada saat salam kemudian di
tutup.
2. Hadits kedua :
Didalam hadits ini ada beberapa periwayat ( jalur ) yang mengacu ( meneriwa
riwayat dari wail ibnu hajr, dalam periwayatnya ada yang bernama ziadah bin
kudamah redaksi haditsnya sama dengan hadits yang pertama mengangkat
telunjuk kemudian mempertemukan antara jempol dengan jari tengah tetapi
ditambah di akhirnya ( kemudian menggerak-gerakannya ) يُحَرِّكُهَا yang
artinya menggerak-gerakan.
D.
KESIMPULAN
Ulama hadits mamandang masalah tentang mengangkat tangan ( jari telunjuk )
tanpa menggerakan lebih kuat dibandingkan dengan menggerak-gerakan tangan (
jari telunjuk ).
Alasan karena dalam hadits yang kedua ( yang mengerak-gerakan jari ) hanya
satu dari 6 periwayat yang menyebutkan menggerak-gerakan jari sementara
yang 5 periwayat dalam hadits yang sama mereka mengatakan bahwa tidak ada
tambahan kata يُحَرِّكُهَا . jadi ada 6 orang meriwayatkan dari orang yang
sama tetapi hanya ada 1 orang yang menambah kata يُحَرِّكُهَا maka jika 5
berbanding 1 bisa dilihat mana yang lebih kuat. para ulama berpendapat jika
ada satu riwayat bertentangan dengan banyak yang tsiqoh maka yang satu (
atau yang sedikit ) maka tinggalkan (dianggap lemah ) dibanding dengan yang
banyak tersebut.
- kalimat ini ( يُحَرِّكُهَا ) meliki dua makna :
- bergerak tanpa henti
- bergerak kemudian berhenti
Kalimat diatas (يُحَرِّكُهَا) bisa dimaknai dengan kalimat ( يُكَبِّرُ )
pada pelaksanaan sholat ketika takbir yang diartikan tidak
menggerak-gerakan dalam takbir tetapi hanya menggerakan saja ( satu kali )
Dari semua ikhtilaf hadits tersebut hanya pandangan dan penafsiran para
ulama tidak harus pendapat yang kita yakini sampai harus mengecilkan atau
merendahkan pendapat orang lain yang memilih hal yang berbeda dengan kita
sepanjang ada dalilnya dan yang paling penting lagi adalah jangan mencari
alasan untuk membenarkan pendapat yang kita ambil padahal yang tidak ada
tuntunannya.
Daftar Pustaka
Mudzakir dan Djaliel Abd Maman. Ulumul Hadits, 2004, Bandung : CV. Pustaka Setia
Imam Muslim, Shahih Muslim (Versi Maktabah Syamilah 364)
Imam Muslim, Shahih Muslim (Versi Kitab 9 indoneia)
Imam Ahmad, musnad Ahmad (Versi Maktabah Syamilah 364)
Imam Ahmad, musnad Ahmad (Versi Kitab 9 indoneia)
[1]
Penulis adalah mahasiswa PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM / SEMESTER
IV / ( NIM 1153040033 ) / Universitas Islam Negeri Sunan Gunung
Djati Bandung. Seluruh pernyataan tentang karya tulis ini dapat
dialamatkan ke email:fatahmutaqin97@gmail.com atau ke
hariyangsemangat.blogspot.co.id ( 085880512410 )
[2]
Drs. Mudzakir dan Drs.Maman Abdul Djaliel. Ulumul Hadits,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 2004
[3]
Imam Muslim, Shahih muslim (Versi Maktabah Syamilah 364),
bab sifat Al-julus fii sholati wa kaifiyati wadho’u.
Hadits no 579. dan (Versi Kitab 9 indoneia), Hadits no. 909
[4]
Imam Ahmad, Musnad Ahmad (Versi Maktabah Syamilah 364),
bab hadits wail bin hajar . Hadits no 18870. dan (Versi
Kitab 9 indoneia), Hadits no. 18115
[5]
Prof. Dr. Tajul Arifin, MA. 2009.
The Application Of “Unity Theory” In Understanding Matan Of
Al-Hadits And Determining Its Validity,
A Critique to the Critique of Orientalists
. Bandung; UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Hal 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar